Pencarian Peluang Usaha

Custom Search

Aneka macam plastik

sinar plastik

Search All Machine

Kamis, 29 April 2010

peluang usaha pembayaran listrik online

PELUANG USAHA DARI PEMBAYARAN LISTRIK

Kebijakan PLN untuk mengalihkan sistem pembayaran rekening listrik secara online melalui bank, mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat. Tidak hanya mempermudah pelanggannya dalam melakukan pembayaran, tetapi juga memberikan peluang baru bagi masyarakat untuk membuka usaha.
Sejak 2007, PLN Distribusi Jabar Banten telah mengalihkan pelayanan pembayaran rekening listrik pelanggan secara online melalui jasa bank atau dikenal dengan payment point online bank (PPOB).
Hal itulah yang membuat Dadang Budhiana mengembangkan usaha payment point bersama Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). Hingga saat ini Dadang memiliki 11 payment point yang tersebar di Bandung, Sumedang, dan Subang dengan total pelanggan 16.000 orang.
"Awalnya, saya mengembangkan usaha ini karena sulitnya akses untuk membayar listrik. Sebenarnya jaraknya memang tidak terlalu jauh, tapi membutuhkan biaya transpor yang besar. Biasanya yang dihabiskan untuk ongkos itu sekitar Rp 10.000,00-Rp 15.000,00 untuk pulang pergi. Sementara di Sumedang membutuhkan ongkos sekitar Rp 35.000,00. Atas dasar itulah saya berinisiatif mendirikan payment point yang pertama di daerah Awiligar Kel. Cibeunying pada tahun 2007," kata Dadang.
Dua bulan kemudian, Dadang mengembangkan usahanya dengan membuka di beberapa tempat lain seperti di Padasuka, Jatihandap, Cikadut, dan Cijambe. Tiga bulan kemudian ia pun mendirikan payment point di Sumedang, yaitu satu di daerah Conggeang, dua di Nagrak, dan dua lagi di Kp. Buah Dua. Sementara di Subang, baru ada satu payment point yang didirikan oleh Dadang yaitu di daerah Pagaden.
Dari usahanya tersebut, sebagian keuntungannya Dadang gunakan untuk pembangunan desa setempat. "Sekitar 40% dari keuntungannya masuk desa. Selain itu, kami juga menyisihkan Rp 50,00 per pelanggan per bulan dari keuntungan kami untuk kegiatan sosial. Uang tersebut kami gunakan untuk membayar rekening listrik dua orang jompo dan tidak mampu serta empat masjid. Jadi, kami tidak murni bisnis, tapi juga untuk membantu masyarakat," ucap Dadang.
Sebenarnya, payment point milik Dadang sebelumnya berjumlah 13 loket. Namun, semakin maraknya masyarakat yang membuka usaha serupa membuat Dadang harus menutup dua payment point miliknya.
Belum adanya regulasi yang mengatur mengenai jarak antar-payment point menjadi kendala tersendiri. "Perlu diadakannya suatu peraturan yang mengatur mengenai jarak antar-payment point yang lama dengan yang baru. Saat ini saja, seluruh loket saya yang biasanya ada 3.000-4.000 pelanggan, kini hanya 2.500 per loket. Hilangnya sampai 1.500," tutur Dadang.
Kendala lain yang dihadapi adalah sering kali sistem payment point itu mengalami eror. Dadang berharap, ke depannya sistem aplikasi jaringannya bisa lebih diperbaiki sehingga dalam melakukan pelayanan pun dapat maksimal.
Hal senada juga disampaikan Ketua Asosiasi Pengelola Payment Point Jabar-Banten (AP3JB) Agust Sutisna. Menurut dia, karena payment point menggunakan teknologi baru, diharapkan sistem yang ada pun harus benar-benar mendukung.
Sementara untuk regulasi, dikatakan Agust, dalam hal ini merupakan hal yang penting. Jangan sampai karena kemudahan ini akan memunculkan persaingan yang tidak sehat di masyarakat. "Jadi yang kami butuhkan adalah sistem jaringan yang baik agar dapat mengedepankan kelancaran dan yang tidak kalah penting juga adalah pembentukan regulasi, agar masing-masing dapat saling mengamankan usahanya tanpa saling berebut. Mudah-mudahan dengan ini dapat terpenuhi segala aspek dalam memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat, serta pengamanan usaha pun bisa terjaga," ungkap Agust. (Fitri Rumantris/"PR")***

Sumber: Harian Pikiran Rakyat, Rabu 31 Desember 2008

adbrite

Your Ad Here

Search All